Sebelumnya telah disebutkan bahwa keeratan hubungan budaya Melayu di Indonesia tidak terlepas dari ditemukannya bukti-bukti sejarah berupa dokumen-dokumen ekspedisi dalam bahasa Cina maupun dokumen perjalanan bangsa India. Selain itu juga ditemukannya prasasti Kedukan Bukit di wilayah Jambi yang beriwayat tahun 682 M. Budaya Melayu dan peninggalannya di Kuala Tungkal Jambi seolah mencerminkan secara pasti bahwa Suku Melayu dan asal muasalnya secara konsepsi, kedekatan dan keeratan ini berasal dari bahasa awal istilah atau kata 'Melayu' berasal dari istilah yang digunakan oleh masyarakat kerajaan kuno di daerah ini.
Permasalahan tentang etimologi nama Melayu ternyata tidak begitu saja selesai duduk perkaranya setelah kita meninjau sisi historis dari eksistensi Kerajaan Melayu di Jambi ini. Sejarah Dan Budaya Melayu Dalam Perjalanan Awalnya hingga kini masih memunculkan kontroversi yang justru boleh jadi semakin menghangat ketika kita mencermati lebih dalam lagi, terutama seputar isu di mana pusat Kerajaan Melayu Jambi ini sebenarnya berada. Pada dasarnya, hal ini berkaitan dengan hipotesis yang menyatakan terdapatnya unsur India dalam nama Melayu.
Beberapa naskah kuno mengacu Melayu dengan kata "Malaiyur". Kata "Malaya" atau "Malai" itu sendiri ternyata memiliki arti dalam bahasa Sanskrit dan Tamil, yaitu "bukit", sementara "ur" sendiri dalam Bahasa Tamil berarti "kota". Oleh karena itu, transliterasi "Malaiyur" tidak lain kurang lebih berarti "kota di bukit". Hipotesis ini diperkuat oleh adanya prasasti Chola Tanjore (1030-31 M) dan prasasti Padang Rocore (1286 M) yang menyatakan bahwa Kerajaan Melayu berpusat di wilayah yang dibentengi perbukitan.
Apabila kita mencoba mencermati hipotesis "kota di bukit" ini dengan menilik kondisi geografis Jambi yang sebagian besar merupakan dataran rendah, mungkin di sinilah letak kejanggalannya. Kejanggalan ini dijadikan argumentasi untuk memfalsifikasi/membantah Jambi sebagai letak Kerajaan Melayu terawal, terutama oleh pihak dari Malaysia demi memvalidasi/membenarkan Semenanjung Malaya sebagai cikal-bakal peradaban Melayu. Alih-alih Jambi yang dinilai terlalu datar, mereka mengajukan beberapa wilayah di Semenanjung Malaya yang dinilai lebih berbukit-bukit.
Namun sepertinya ini terlalu dipaksakan dan mengabaikan informasi historis dari naskah-naskah kuno yang ada yang notabene merujuk Sumatera sebagai awal peradaban Melayu. Mengenai Budaya Melayu dan awal konsep popularitasnya di dunia luar ternyata memiliki pengaruh tersendiri terhadap kebenarannya. Selain itu, bila saja kita mau jeli mencermati wilayah geografis Jambi secara lebih menyeluruh, kita akan menemukan daerah perbukitan di pedalamannya, lebih ke arah hulu Sungai Batang Hari. Adapun, ahli sejarah Indonesia, Prof. Slamet Muljana mengajukan hipotesis bahwa wilayah Muara Tebo yang lebih berbukit-bukit di Jambi, yang dulunya bernama "Minanga Tamwa" sesuai prasasti Kedukan Bukit, merupakan pusat Kerajaan Melayu, bukan justru dekat kota Jambi di muara Sungai Batang Hari. (Baca juga Sejarah Seni Wayang Golek Sebagai Bagian Budaya Indonesia, Budaya Batak Dan Silsilah Marga Dari Si Raja Batak )
(sumber : Asal Muasal Melayu )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar